Y2F.Media — Mahasiswa Program Studi Magister Kebidanan Universitas ‘Aisyiyah (UNISA) Yogyakarta berinisiatif mengatasi permasalahan unmet need KB melalui pendekatan pemberdayaan yang dilaksanakan secara kolaboratif bersama BKKBN Kotagede, Pimpinan Cabang ‘Aisyiyah (PCA) Kotagede, dan Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah Alun-Alun Utara.
Kegiatan yang dilaksanakan pada 3 sampai dengan 14 Juni 2025 di Kelurahan Purbayan, Kotagede tersebut fokus pada pasangan usia subur (PUS) yang tidak menggunakan alat kontrasepsi meski ingin menjarangkan (spacing) atau menghentikan (limiting) kehamilan.
Praktik ini menjadi bagian dari implementasi mata kuliah Pemberdayaan dalam Praktik Kebidanan. Mahasiswa menggali langsung pengalaman perempuan melalui wawancara mendalam dan pendekatan partisipatif.
Dari hasil asesmen, ditemukan berbagai hambatan yang menyebabkan unmet need, mulai dari ketakutan terhadap efek samping, pengalaman negatif sebelumnya, kurangnya pemahaman, hingga pengaruh pasangan dan tekanan sosial. Masalah-masalah ini menjadi dasar dalam penyusunan strategi edukasi dan konseling yang bersifat individual dan kontekstual.
Sebagai upaya edukatif yang lebih personal, mahasiswa melakukan konseling tatap muka kepada masing-masing perempuan dan keluarga, menyesuaikan materi dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapi informan.
Materi mencakup pemahaman metode kontrasepsi jangka pendek dan panjang, cara kerja, manfaat, risiko, serta koreksi terhadap mitos yang berkembang.
Untuk memperkuat pemahaman pasca-konseling, mahasiswa merancang dan membagikan leaflet edukatif yang disesuaikan dengan temuan lapangan. Setiap leaflet memuat informasi visual dan narasi yang menanggapi kekhawatiran spesifik informan, seperti kegelisahan akan efek samping IUD, ketakutan terhadap suntik KB, atau keengganan pasangan dalam mendukung KB. Desain leaflet juga mempertimbangkan aspek literasi dan kultural agar lebih komunikatif dan inklusif.
Lebih dari sekadar memberikan informasi, pendekatan ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa percaya diri perempuan dalam mengambil keputusan reproduktif yang tepat dan berdaya.
“Kami tidak hanya menyampaikan informasi, tapi juga hadir sebagai pendamping dalam proses perempuan mengenali pilihan kontrasepsi yang sesuai dengan kondisi dan harapannya. Dialog dengan pasangan juga kami fasilitasi agar keputusan KB menjadi kesepakatan bersama, bukan paksaan,” jelas Farah Wardya, salah satu mahasiswa peserta praktik.
Kegiatan ini menunjukkan bahwa pemberdayaan sejati harus dimulai dari mendengar dan memahami pengalaman nyata perempuan, bukan sekadar memberikan penyuluhan satu arah. Melibatkan individu, keluarga, hingga tokoh komunitas lokal menjadi bagian penting dari keberhasilan pendekatan ini.
“Masalah kesehatan reproduksi perempuan tidak bisa diselesaikan hanya dari balik meja. Solusinya harus dicari dari rumah ke rumah, dari individu ke individu, itulah cara memahami realitas mereka dan memfasilitasi perubahan yang berkelanjutan,” ujar Dr. Dhesi Ari Astuti, S.SiT., M.Kes., dosen pembimbing lapangan yang mendampingi kegiatan ini.