Berita

Hobi Baru Anak Muda: Ngetes Baju di Mall, Beli di Toko Oren

Ini bukan nama geng motor, tapi fenomena baru yang bikin pusing pelaku ritel. Namanya Rojali (rombongan jarang beli) dan Rohana (rombongan hanya nanya). Bayangin, pusat perbelanjaan ramai dikunjungi, tapi transaksi di kasir sepi.

Ini bukan omong kosong, lho. Menurut BPS Jawa Tengah, laju konsumsi memang melambat, meski masih positif. Artinya, kita masih belanja, tapi kayaknya lagi nahan-nahan. “Saya mah ke mall cuma buat nyobain sepatu, foto-foto, terus pulang. Nanti belinya di e-commerce pas ada diskon 11.11,” ujar Budi, seorang mahasiswa, sambil nyengir.

Didik Nursetyohadi dari BPS Jateng bilang, ini pergeseran pola konsumsi. Konsumen sekarang “lebih nyaman melihat barang secara langsung di toko, lalu membelinya secara online.” Analogi kocaknya, mall sekarang itu kayak ruang pameran raksasa yang gratis. Pelayan tokonya jadi customer service pribadi yang gak dibayar. Kita cuma datang, pegang-pegang, coba-coba, lalu pergi dengan tangan kosong. Toko online yang untung, ritel offline yang gigit jari.

Padahal, pembangunan mall di Jateng terus bertambah, seolah-olah pengusaha ritel masih percaya diri. Tapi, apa iya mereka sadar kalau mereka lagi dijebak dalam pusaran Rojali-Rohana?

Fenomena ini ternyata enggak cuma ada di Jateng, tapi sudah jadi tren nasional. Ini bukan cuma soal daya beli melambat, tapi juga soal perubahan gaya hidup yang serba digital. Transaksi QRIS di Jateng naik 148 persen di kuartal kedua 2025. Itu artinya, uang kita lebih banyak berputar di dunia maya.

Nah, kalau begini terus, kira-kira nasib mall ke depan gimana ya? Apa mall nanti cuma jadi tempat nongkrong, nonton bioskop, atau jadi tempat foto-foto aja? Apakah kita sudah siap dengan dunia di mana interaksi fisik di toko-toko hanya jadi ‘prolog’ sebelum ‘transaksi’ yang sesungguhnya di layar gadget?


>> Gabung di Channel WhatsApp 👉 Y2F Media <<
Shares:
Show Comments (0)
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

11 − 2 =