Y2F.Media — Di balik kesuksesan sebuah acara, ternyata ada masalah laten yang seringkali terabaikan: budaya “lepas tangan” pasca-acara. Sebuah sindiran keras yang beredar di media sosial menyoroti fenomena “panitia ghosting”—anggota yang menghilang begitu saja setelah acara selesai, meninggalkan tumpukan laporan yang tak tersentuh. Hal ini tidak hanya menghambat proses administrasi, tetapi juga menunjukkan masalah serius dalam akuntabilitas.
Menurut data yang beredar, masalah ini bukanlah hal sepele. Sebanyak 65% panitia tidak menyerahkan laporan tepat waktu, dan 80% koordinator kesulitan mengejar anggota yang mendadak hilang bak ditelan bumi. Situasi ini menciptakan ketidakpastian, menghambat evaluasi, dan membuat koordinator atau senior harus bekerja dua kali lipat untuk membereskan sisa-sisa pekerjaan.
Fenomena “panitia ghosting” ini juga melahirkan karakter unik dalam organisasi: “The Ghost” (anggota yang menghilang) dan “The Alibi Master” (anggota yang punya seribu satu alasan untuk tidak menyelesaikan tugas). Budaya ini merusak fondasi kerja tim dan memupuk rasa tidak percaya di antara anggota.
Penting bagi setiap organisasi untuk mengubah budaya ini. Laporan bukan hanya sekadar dokumen formal, melainkan cerminan dari tanggung jawab dan komitmen. Organisasi yang sehat lahir dari anggota yang akuntabel, dari awal hingga akhir.
Solusinya terletak pada pembentukan budaya yang proaktif dan transparan. Panitia harus didorong untuk menganggap laporan sebagai bagian integral dari proyek, bukan sekadar beban tambahan. Koordinator perlu memfasilitasi komunikasi yang terbuka, menetapkan tenggat waktu yang realistis, dan memberikan dukungan yang diperlukan.
Dengan demikian, setiap anggota organisasi akan merasa bertanggung jawab dan menyadari bahwa kontribusi mereka—termasuk dalam hal laporan—sangat berarti.
