Y2F.Media — Isu kesenjangan antara lulusan perguruan tinggi dan kebutuhan industri kini semakin mendesak. Sebuah pandangan kuat muncul: magang berbayar dan transformasi kurikulum adalah dua pilar utama yang harus segera diadopsi institusi pendidikan untuk menjamin kualitas dan relevansi lulusannya. Ini bukan sekadar perbaikan, melainkan perubahan mendasar dalam cara perguruan tinggi beroperasi.
Konsep magang berbayar menjadi krusial. Selama ini, banyak mahasiswa yang magang tanpa dibayar, padahal mereka memberikan kontribusi nyata kepada perusahaan. Mendorong magang berbayar adalah bentuk pengakuan terhadap waktu, tenaga, dan skill yang disumbangkan mahasiswa. Selain meningkatkan kesejahteraan mahasiswa, skema ini juga memacu perusahaan untuk memberikan pengalaman magang yang lebih berkualitas dan terstruktur, bukan sekadar tugas fotokopi atau pekerjaan sepele.
Di sisi lain, perguruan tinggi dituntut untuk berani merombak kurikulum. Kurikulum harus keluar dari belenggu teori dan lebih aplikatif. Kerjasama antara kampus dan industri tidak boleh berhenti pada penandatanganan MoU, tetapi harus diwujudkan dalam integrasi materi ajar yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja saat ini, termasuk skill digital dan soft skill kritis.
Transformasi kurikulum ini melibatkan pergeseran fokus dari sekadar penguasaan teori menjadi pengembangan kompetensi dan pengalaman praktis. Lulusan perguruan tinggi harus siap “tempur” dengan bekal yang sesuai kebutuhan industri, bukan hanya berbekal nilai IPK tinggi.
Sinergi antara magang yang adil dan kurikulum yang fleksibel menciptakan ekosistem pendidikan yang lebih realistis dan berorientasi pada masa depan. Hal ini akan memastikan lulusan perguruan tinggi memiliki nilai jual yang tinggi dan dapat berkontribusi secara signifikan sejak hari pertama mereka bekerja.