Y2F.Media — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, laporan konsumen dan masyarakat di 2025 masih akan terkait dengan penipuan atau fraud eksternal.
“Hal itu dikarenakan faktor tingginya penggunaan teknologi dan tantangan masyarakat kita yang masih perlu diedukasi terkait pentingnya kerahasiaan dan keamanan data,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen (PEPK) OJK Friderica Widyasari Dewi dalam keterangan tertulis yang dikutip Jumat (17/1/2025).
Oleh karena itu, Kiki mengimbau kepada konsumen dan masyarakat untuk senantiasa memahami dan menerapkan akan pentingnya menjaga kerahasiaan dan keamanan data-data pribadinya tersebut.
Selain itu, di tengah masih maraknya tawaran-tawaran investasi yang berkembang, Kiki memperkirakan di tahun 2025 juga masih terdapat penipuan terkait penawaran investasi.
Bahkan, menurutnya, penipuan penawaran investasi yang akan hadir dengan modus-modus dan jenis yang berbeda karena modus penipuan terus berkembang.
Untuk itu, dia kembali meminta masyarakat untuk selalu waspada dan memastikan legalitas, validitas dari setiap penawaran yang ada.
“Selalu ingat 2L (Legal dan Logis) dan juga bisa kontak ke kontak 157. Jangan serta merta percaya dan tergiur dengan penawaran yang disampaikan. Masyarakat juga harus dapat menilai penawaran yang disampaikan apakah wajar atau tidak,” tegas dia.
Masyarakat juga diimbau untuk memperhatikan informasi dan klausula dalam perjanjian baku maupun dokumen transaksi keuangan terkait produk keuangan yang akan digunakan.
Masyarakat pun dapat menggunakan haknya untuk mendapatkan penjelasan sebelum memutuskan untuk menggunakan produk dan/atau layanan keuangan.
Ke depan, OJK berupaya untuk selalu dan akan terus menguatkan upaya edukasi masyarakat melalui semua kanal media. Tak hanya sendiri, OJK juga akan menggandeng pemangku kepentingan terkait melalui program Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (GENCARKAN).
Aduan dan Upaya Sepanjang 2024
Sebelumnya, dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) Desember 2024 di Jakarta, Selasa (7/1/2025), Kiki menyampaikan, hingga 19 Desember 2024, OJK telah menerima 410.448 permintaan layanan melalui Aplikasi Portal Pelindungan Konsumen (APPK), termasuk 33.319 pengaduan. Dari pengaduan tersebut, terbanyak masih datang dari industri financial technology (fintech).
“Dari jumlah pengaduan tersebut, 12.776 pengaduan berasal dari sektor perbankan, 11.948 dari industri financial technology, 6.958 dari perusahaan pembiayaan,” ungkapnya.
Kemudian, lanjut dia, sebanyak 1.393 dari perusahaan asuransi, serta sisanya terkait dengan sektor pasar modal dan industri keuangan non-bank lainnya.
Dalam upaya pemberantasan kegiatan keuangan ilegal, dari 1 Januari hingga 31 Desember 2024, OJK telah menerima 16.231 pengaduan terkait entitas ilegal. Dari total tersebut, 15.162 pengaduan mengenai pinjaman online ilegal dan 1.069 pengaduan terkait investasi ilegal.
Sementara itu, OJK melalui Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) sepanjang tahun 2024, yakni pada periode Januari sampai dengan 31 Desember 2024, telah menemukan dan menghentikan 2.930 entitas pinjaman online ilegal dan 310 penawaran investasi ilegal di sejumlah situs dan aplikasi yang berpotensi merugikan masyarakat.
OJK juga menerima informasi 228 rekening bank atau virtual account yang dilaporkan terkait dengan aktivitas keuangan ilegal yang telah dimintakan pemblokiran melalui satuan kerja pengawas bank untuk memerintahkan bank terkait melakukan pemblokiran.
Satgas PASTI juga menemukan nomor kontak pihak penagih (debt collector) pinjaman online ilegal dan telah mengajukan pemblokiran terhadap 1.692 nomor kontak kepada Kementerian Komunikasi dan Digital RI.
OJK bersama anggota Satgas PASTI yang didukung oleh asosiasi industri perbankan dan sistem pembayaran, telah melakukan soft launching Indonesia Anti-Scam Centre(IASC) atau Pusat Penanganan Penipuan Transaksi Keuangan pada hari Jumat, 22 November 2024.
Sampai dengan 31 Desember 2024, IASC telah menerima 18.614 laporan yang terdiri dari 14.624 laporan disampaikan oleh korban melalui Pelaku Usaha Sektor Keuangan (bank dan penyedia sistem pembayaran) yang kemudian ditindaklanjuti melalui IASC, sedangkan 3.990 laporan langsung dilaporkan oleh korban ke dalam sistem IASC.
Laporan tersebut mencakup 101 pelaku usaha dengan 29.619 rekening terkait penipuan, dimana sebanyak 8.252 rekening telah diblokir.
“IASC akan terus meningkatkan kapasitasnya mempercepat penanganan kasus penipuan di sektor keuangan,” pungkasnya.