Y2F.Media — Gathering Nasional (Gathnas) Turun Tangan 2025 membuktikan bahwa event besar mereka bukan sekadar kumpul-kumpul. Selain agenda intelektual, tahun ini relawan Turun Tangan akan mengambil langkah konkret dengan menyapa langsung warga Kampung Bayam dan anak-anak Sekolah Master, menjadikannya inti dari tema “LIVING THE MOVEMENT.” Ini adalah esensi dari real action, real connection.
Kampung Bayam: Simbol Perjuangan Warga Kota
Kunjungan ke Kampung Bayam memiliki makna mendalam. Kampung Bayam adalah lokasi yang terdampak langsung oleh pembangunan Jakarta International Stadium (JIS), di mana warganya hingga kini masih berjuang keras untuk mendapatkan hak hunian yang layak di Kampung Susun Bayam (KSB). Kasus ini, yang telah menjadi polemik penggusuran dan ketidakpastian sejak 2020 (seperti dilaporkan Urban Poor Consortium, Maret 2025), melambangkan perjuangan kelas bawah dalam mempertahankan hak asasi manusia di tengah pembangunan metropolitan.
Dengan mendatangi Kampung Bayam, Turun Tangan menegaskan komitmennya untuk berpihak pada isu-isu keadilan sosial dan menunjukkan solidaritas terhadap warga yang merasa terpinggirkan.
Sekolah Master: Oase Pendidikan Anak Jalanan
Di sisi lain, kunjungan ke Sekolah Master (Masjid Terminal Indonesia) memberikan perspektif berbeda. Sekolah Master, yang didirikan oleh Nurrohim, adalah lembaga pendidikan gratis bagi anak-anak jalanan dan kaum marjinal di Depok. Sejak tahun 2000, Sekolah Master telah menjadi rumah kedua bagi anak-anak yang kesulitan mengakses pendidikan formal. Mereka dibekali ilmu akademis, keterampilan hidup, dan penguatan nilai religius.
Melalui Sekolah Master, Turun Tangan ingin belajar arti sejati dari pengabdian dan ketangguhan. Lembaga ini merupakan bukti nyata bahwa pendidikan nonformal, yang berfokus pada pengembangan life skill dan motivasi, sangat krusial bagi anak jalanan, seperti yang didukung oleh studi di Jurnal Pendidikan dan Studi Islam (Maret 2023).
Kunjungan ini merupakan call to action bagi ratusan peserta Gathnas. Relawan diajak tidak hanya berdiskusi teori di aula, tetapi meresapi langsung arti solidaritas dan kontribusi di dua lokasi yang merepresentasikan isu krusial Indonesia: keadilan hunian dan pemerataan pendidikan.








